Rabu, 26 Oktober 2016

TEKNIK INDUSTRI



PERKEMBANGAN TEKNIK INDUSTRI

Teknik industri (dalam bahasa Iggris, industrial engineering) adalah suatu teknik yang mencakup bidang desain, perbaikan, dan pemasangan dari sistem integral yang terdiri dari manusia, bahan-bahan, informasi, peralatan dan energi. Hal ini digambarkan sebagai pengetahuan dan keterampilan yang spesifik pada matematika, fisika, dan ilmu-ilmu sosial bersama dengan prinsip dan metode dari analisis keteknikan dan desain untuk mengkhususkan, memprediksi, dan mengevaluasi hasil yang akan dicapai dari suatu sistem. Bidang garapan teknik industri adalah sistem integral yang terdiri dari manusia, material/bahan, informasi, peralatan, dan energi. Dasar keilmuan teknik industri multidisiplin, karena teknik industri tidak hanya bertumpu pada ilmu matematika dan fisika, tetapi juga ilmu sosial dan manajemen.
Teknik industri lahir sejak zaman Pra Yunani kuno Pada masa itu, manusia menggunakan batu dan tulang sebagai peralatan kerjanya. Alat - alat yang digunakan mengalami perbaikan secara berkala, sehingga meningkatkan produktivitas pada persoalan produksi. Hal ini terjadi sampai pada saat ini. Teknik industri sebenarnya berakar kuat pada masa revolusi industri. Revolusi industri telah mengubah secara dramatis proses manufaktur dan membantu lahirnya konsep – konsep ilmu pengetahuan di kemudian hari. Inovasi teknologi yang terjadi pada waktu itu ditujukan untuk membantu dalam mekanisasi beberapa operasional manual tradisional pada industri tekstil. Beberapa penemuan teknologi pada masa revolusi industri, yaitu penemuan mesin pintal yang ditemukan oleh James Harg reaves (1765), pengembangan water frame oleh Richard Arkweight (1769), dan mesin uap oleh James Watt.
Awal mula Teknik Industri dapat ditelusuri dari beberapa sumber berbeda. Frederick Winslow Taylor sering ditetapkan sebagai Bapak Teknik Industri.
Di Indonesia sejarah Teknik Industri di Indonesia diawali dari kampus Institut Teknologi Bandung (ITB) pada tanggal 1 Januari 1971. Sejarah pendirian pendidikan Teknik Industri di ITB tidak terlepas dari kondisi praktik sarjana mesin pada tahun lima-puluhan. Pada waktu itu, profesi sarjana Teknik mesin merupakan kelanjutan dari profesi pada zaman Belanda, yaitu terbatas pada pekerjaan pengoperasian dan perawatan mesin atau fasilitas produksi. Barang-barang modal itu sepenuhnya diimpor, karena di Indonesia belum terdapat pabrik mesin.
Kalau pada masa itu, dijumpai bengkel-bengkel tergolong besar yang mengerjakan pekerjaan perancangan konstruksi baja seperti yang antara lain terdapat di kota Pasuruan dan Klaten, pekerjaan itu pun masih merupakan bagian dari kegiatan perawatan untuk mesin-mesin pabrik gula dan pabrik pengolahan hasil perkebunan yang terdapat di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Dengan demikian kegiatan perancangan yang dilakukan oleh para sarjana Teknik Mesin pada waktu itu masih sangat terbatas pada perancangan dan pembuatan suku-suku cadang yang sederhana berdasarkan contoh-contoh barang yang ada. Peran yang serupa bagi sarjana Teknik Mesin juga terjadi di pabrik semen dan di bengkel-bengkel perkereta-apian.
Pada saat itu, dalam menjalankan profesi sebagai sarjana Teknik Mesin dengan tugas pengoperasian mesin dan fasilitas produksi, tantangan utama yang mereka hadapi ialah bagaimana agar pengoperasian itu dapat diselenggarakan dengan lancar dan ekonomis. Jadi fokus pekerjaan sarjana Teknik Mesin pada saat itu ialah pengaturan pembebanan pada mesin-mesin agar kegiatan produksi menjadi ekonomis, dan perawatan (maintenance) untuk menjaga kondisi mesin supaya senantiasa siap pakai.
Pada masa itu, seorang kepala pabrik yang umumnya berlatar-belakang pendidikan mesin, sangat ketat dan disiplin dalam pengawasan terhadap kondisi mesin. Di pagi hari sebelum pabrik mulai beroperasi, ia keliling pabrik memeriksa mesin-mesin untuk menyakini apakah alat-alat produksi dalam keadaan siap pakai untuk dibebani suatu pekerjaan.
Pengalaman ini menunjukan bahwa pengetahuan dan kemampuan perancangan yang dipunyai oleh seorang sarjana Teknik Mesin tidak banyak termanfaatkan, tetapi mereka justru memerlukan bekal pengetahuan manajemen untuk lebih mampu dan lebih siap dalam pengelolaan suatu pabrik dan bengkel-bengkel besar.
Sekitar tahun 1955, pengalaman semacam itu disadari benar keperluannya, sehingga sampai pada gagasan perlunya perkuliahan tambahan bagi para mahasiswa Teknik Mesin dalam bidang pengelolaan pabrik.
Pada tahun yang sama, orang-orang Belanda meninggalkan Indonesia karena terjadi krisis hubungan antara Indonesia-Belanda, sebagai akibatnya, banyak pabrik yang semula dikelola oleh para administratur Belanda, mendadak menjadi vakum dari keadministrasian yang baik. Pengalaman ini menjadi dorongan yang semakin kuat untuk terus memikirkan gagasan pendidikan alternatif bidang keahlian di dalam pendidikan Teknik Mesin.
Pada awal tahun 1958, mulai diperkenalkan beberapa mata kuliah baru di Departemen Teknik Mesin, diantaranya : Ilmu Perusahaan, Statistik, Teknik Produksi, Tata Hitung Ongkos dan Ekonomi Teknik. Sejak itu dimulailah babak baru dalam pendidikan Teknik Mesin di ITB, mata kuliah yang bersifat pilihan itu mulai digemari oleh mahasiswa Teknik Mesin dan juga Teknik Kimia dan Tambang.
Sementara itu pada sekitar tahun 1963-1964 Bagian Teknik Mesin telah mulai menghasilkan sebagian sarjananya yang berkualifikasi pengetahuan manajemen produksi/teknik produksi. Bidang Teknik Produksi semakin berkembang dengan bertambahnya jenis mata kuliah. Mata kuliah seperti : Teknik Tata Cara, Pengukuran Dimensional, Mesin Perkakas, Pengujian Tak Merusak, Perkakas Pembantu dan Keselamatan Kerja cukup memperkaya pengetahuan mahasiswa Teknik Produksi.
Pada tahun 1966 - 1967, perkuliahan di Teknik Produksi semakin berkembang. Mata kuliah yang berbasis teknik industri mulai banyak diperkenalkan. Sistem man-machine-material tidak lagi hanya didasarkan pada lingkup wawasan manufaktur saja, tetapi pada lingkup yang lebih luas yaitu perusahaan dan lingkungan. Dalam pada itu, di Departemen ini mulai diajarkan mata kuliah : Manajemen Personalia, Administrasi Perusahaan, Statistik Industri, Perancangan Tata Letak Pabrik, Studi Kelayakan, Penyelidikan Operasional, Pengendalian Persediaan Kualitas Statistik dan Programa Linier. Sehingga pada tahun 1967, nama Teknik Produksi secara resmi berubah menjadi Teknik Industri dan masih tetap bernaung di bawah Bagian Teknik Mesin ITB.
Pada tahun 1968 - 1971, dimulailah upanya untuk membangun Departemen Teknik Industri yang mandiri. Upaya itu terwujud pada tanggal 1 Januari 1971.
Di Universitas Indonesia, keilmuan Teknik Industri telah dikenalkan pada awal tahun tujuh puluhan, dan merupakan sub bagian dari keilmuan Teknik Mesin. Sejak 30 Juni 1998, diresmikanlah Jurusan Teknik Industri (sekarang Departemen Teknik Industri) Fakultas Teknik Universitas Indonesia
Teknik industri di Universitas Gunadarma tidak terdapat penjurusan, sedangkan di Universitas lain jurusan Teknik Industri memiliki penjurusan yaitu bagian manufaktur dan management industri, sungguh disayangkan, karna jika diberi penjurusan akan lebih terfokus dan jelas lahan pekerjaan yang akan diambil. Mungkin beberapa orang bertanya-tanya apa prospeksi kerja dari lulusan teknik industri. Lulusan dari Teknik Industri memiliki prospek kerja yang cukup luas karena mempelajari banyak hal tetapi terkadang seorang yang berkuliah di jurusan Teknik Industri sulit untuk mendeskripsikan akan menjadi apa lulusan Teknik Industri tersebut. Salah satu dosen di Universitas Gunadarma pernah berata 1 hal, lulusan Teknik Industri adalah lulusan yang senang mencari masalah, karena lulusan Teknik Industri dapat menyelesikan berbagai masalah, mulai dari kursi yang kurang nyaman, tata letak pabrik yang kurang baik, dan sebagainya. Amazing answer. Jadi harus merasa beruntung dapat menjadi lulusan Teknik Industri. Salam Industri !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar