TRIP TO MONUMEN PANCASILA SAKTI
Monumen
Pancasila Sakti dibangun di area tanah sebesar 14 Ha, terletak di Jalan Pondok
Gede, Lubang Buaya, Jakarta Timur. Saya dan kelompok saya pergi kesana dengan
menggunakan mobil dan motor pribadi, tetapi jika ingin ke Monumen Pancasila
Sakti dengan transportasi umum dapat menggunakan Mikrolet M.28 jurusan Kampung
Melayu – Pondok Gede, atau dengan Metro Mini T.45 jurusan Pulo Gadung – Pondok
Gede – Taman Mini Indonesia Indah.
Didalam Monumen Pancasila Sakti Terdapat Museum
Pengkhianatan PKI, baju-baju jendral yang masih terdapat bekas bercak darah dan
Pameran Taman. Pertama saya akan membahas mengenai Pameran Taman yang berada di
dalam Monumen Pancasila Sakti tersebut.
1. Sumur
Maut
Partai Komunis Indonesia (PKI) ingin merebut
kekuasaan Pemerintah Indonesia dengan menggunakan aksi kekerasan yaitu
melakukan pembunuhan terhadap enam perwira tinggi dan satu perwira utama pada
tanggal 1 Oktober 1965.
Setelah diculik, tujuh perwira tersebut
dibawa ke desa Lubang Buaya di daerah Pondo Gede, Jakarta Timur. Dari ketujuh
perwira tersbut, empat diantaranya masih dalam keadaan hidup sedangkan tiga
perwira yang lain sudah dibunuh sebelum dibawa ke desa Lubang Buaya.
Sesampainya di Lubang Buaya, empat perwira yang masih hidup disiksa beramai-ramai
secara kejam oleh gerombolan G30S/PKI kemudian dibunuh satu persatu.
Jenazah tujuh perwira tersebut kemudian
dimasukkan ke dalam sebuah sumur tua dengan kedalaman 12 meter dan berdiameter
75 cm dengan posisi kepala dibawah. Selanjutnya para gelombolan G30S/PKI
menutup sumur tersebut dengan potongan batang pisang, sampah, serta daun-daun
kering secara berselang seling dan terakhir sumur tersebut ditutup dengan tanah
diatasnya. Mereka menggali lubang-lubang lainnya di sekitar tempat itu sehingga
dapat menyulitkan orang-orang yang akan mencari jenazah tujuh perwira tersebut.
Dari sumur ditemukan tujuh jenazah
yaitu Letnan Jendral Ahmad Yani, Mayor Jendral R. Soeprapto, Mayor Jendral M.T.
Harjono, Mayor Jendral S. Parman, Brigadir Jendral D.I. Pandjaitan, Brigadir
Jendral Soetojo Siswomihardjo, dan Lettu Czi Pierre Andreas Tendean.
Jenazah-jenazah tersebut akhirnya dapat diangkat pada tanggal 4 Oktober 1965
dalam keadaan rusak akibat penganiayaan secara kejam dilur batas-batas
kemanusiaan.
2. Rumah
Penyiksaan
Menjelang akhir Agustus 1965 Pemimpin
Biru Khusus PKI, Syam Kamaruzaman terus menerus mengadakan pertemuan. Pertemuan
pada tanggal 22 September 1965 diselenggarakan di rumah Syam Kamaruzaman di
Jalan Pramuka, Jakarta. Pertemuan tersebut membahas tentang penetapan sasaran
gerakan bagi masing-masing pasukan. Pasukan yang akan bergerak menculik dan
membunuh para Jendral yang dianggap lawan politiknya, pasukan tersebut diberi
nama pasukan pasopati yang dipimpin oleh Lettu Dul Arief. Pasukan tersebut
bergerak dari Lubang Buaya pada dini hari pada tanggal 1 Oktober 1965 yang
didahului dengan gerakan penculikan. Mereka yang diculik adalah:
1. Letnan Jendral TNI Ahmad Yani
2. Mayor Jendral TNI Mas Tirtodarmo
Harjono
3. Mayor Jendral TNI Raden Soeprapto
4. Mayor Jendral TNI Siswondo Parman
5. Brigadir Jendral TNI Donald Isaccus
Pandjaitan
6. Brigadir Jendral TNI Soetojo
Siswomihardjo
7. Letnan Satu Czi Pierre Andreas Tendean
Mereka yang masih hidup dimasukkan
kedalam sebuah rumah berukuran 8 x 15,5 m. Secara kejam mereka dianiaya dan
dibunuh oleh anggota pasukan pemberontak PKI, serta pasukan sukarelawan anggota
organisasi satelit PKI seperti Pemuda Rakyat, Gerwani, dan lain-lain. Setelah
puas dengan segala kekejamannya, semua jenazah dimasukkan ke dalam sumur lalu
ditimbun dengan sampah dan tanah. Rumah yang digunakan untuk menyiksa para
korban merupakan milik Bapak Bambang Harjono. Sebelum terjadi pemberontakan
G30S/PKI, rumah tersebut digunakan sebagai tempat belajar Sekolah Rakyat
(sekarang Sekolah Dasar). Namun karena Bambang Harjono adalah simpatisan PKI,
rumahnya diserahkan kepada PKI dan dipakai oleh pasukan PKI. Mereka yang
disiksa dalam rumah ini adalah Mayor Jendral TNI R. Soeprapto, Mayor Jendral
TNI S. Parman, Brigadir Jendral TNI Soetojo Siswomihardjo, dan Lettu Czi Pierre
Andreas Tendean.
3. Rumah
Pos Komando
Rumah ini milik seorang penduduk RW 02
Lubang Buaya bernama Haji Sueb. Pada waktu terjadi G30S/PKI tahun 1965, rumah
ini dipakai oleh pimpinan gerakan yaitu Letkol Untung dalam rangka
mempersiapkan penculikan terhadap tujuh Jendral TNI AD.
Pada tanggal 30 Oktober 1965 pukul
24.00 WIB, di rumah Pos Komando, Pasukan Pasopati diberi arahan tentang
pelaksanaan gerakan. Pasukan Pasopati bergerak menuju sasaran setelah selesai
menerima pengarahan dari Lettu Dul Arief.
Di dalam rumah Pos Komando masih
terdapat peninggalan barang-barang asli antara lain tiga buah lampu petromaks,
mesin jahit, dan lemari kaca.
4. Rumah
Dapur Umum
Rumah Dapur Umum merupakan salah satu
rumah bersejarah yang ada di lokasi Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya.
Rumah tersebut dilestarikan sebagai rumah bersejarah karena dipakai oleh PKI
untuk menunjang terlaksananya kegiatan penganiayaan dan pembunuhan tujuh orang
perwira TNI AD dalam peristiwa G30S/PKI. Rumah tersebut milik Ibu Amroh yang
dipakai oleh PKI sebagai tempat penyediaan sarana konsumsi gerombolan G30S/PKI
di Lubang Buaya.
Sebelum PKI menguasai Desa Lubang Buaya
(sekarang lokasi Monumen Pancasila Sakti), mereka mengadakan pendekatan
terlebih dahulu terhadap penduduk yang tinggal di lokasi tersebut. Untuk dapat mencapai
tujuannya, PKI memerintahkan para penduduk mengungsi untuk sementara, karena
disekitar mereka sedang ada latihan perang secara besar-besaran baik siang
maupun malam.
Oleh karena itu kira-kira tiga hari
sebelum pemberontakan G30S/PKI, Ibu Amroh yang sehari-hari sebagai pedagang
pakaian keliling meninggalkan rumah dalam keadaan tidak terkunci dan tanpa
menerima uang saku sepersenpun. Mereka menuruti segala kemauan PKI karena
dijanjikan keamanan rumah dan isinya. Walaupun akhirnya mereka tahu bahwa mereka
dibohongi oleh PKI.
Setelah mengungsi beberapa hari ke
tempat sanak saudara, mereka kembali ke Lubang Buaya atas saran dari pamonng
desa tempat mengungsi. Alangkah terkejutnya mereka ketika mereka melihat
keadaan ramah berantakan tidak karuan. Sebagian perabotan rumah tangga rusak,
hilang, dan tercecer di halaman dan kebun.
5. Tugu
Monumen Pancasila Sakti
Tugu Monumen Pancasila Sakti terletak
45 m (melambangkan tahun kemerdekaan Indonesia) sebelah utara sumur maut.
Patung Pahlawan Revolusi berdiri dengan latar belakang sebuah dinding setinggi
17 m (melambangkan tanggal kemerdekaan Indonesia) dengan hiasan patung Garuda
Pancasila. Dinding berbentuk trapezium tersebut beridiri diatas landasan yang
berukuran 17 x 17 m2 dengan 7 anak tangga menuju pelataran
(melambangkan 7 Pahlawan Revolusi). Ketujuh patung Pahlawan Revolusi berdiri
berderet dalam setengah lingkaran dari barat ke timur yaitu : patung Mayjen TNI
Anumerta Soetojo Siswomihardjo, Mayjen TNI Anumerta D.I. Pandjaitan, Letjen TNI
Anumerta R. Soeprapto, Jendral TNI Anumerta Ahmad Yani, Letjen TNI Anumerta
M.T. Harjono Letjen TNI Anumerta S. Parman, dan Kapten Czi Anumerta P.A.
Tendean. Tujuh patung tersebut berdiri pada alas yang berbentuk langkung dengan
hiasan relief yang melukiskan peristiwa prolog, kejadian dan penumpasan
G30S/PKI olej ABRI dan rakyat.
6. Truk
Dodge
Mobil truk yang digunakan oleh
pemberontak G30S/PKI untuk membawa jenazah Brigjen TNI D.I. Pandjaitan adalah
mobil truk Dodge 1961 buatan Amerika Serikat dengan nomor polisi B 2982 L,
merupakan replica kendaraan jemputan P.N. Arta Yasa yang sekarang merupakan
devisi cetak uang loga Perum Peruri.
Kendaraan tersebut dirampas oleh
pemberontak G30S/PKI di sekitar Jalan Iskandar Syah, daerah Blok M, Kebayoran
Baru, Jakarta Selatan. Pada waktu itu kira-kira pukul 04.00 WIB, mobil tersebut
berangkat dari kantor/ pool kendaraan Perum Peruri. Setelah sampai di Jalan
Iskandar Syah, truk dicegat dan diteriaki berhenti oleh orang-orang berpakaian
loreng dan memakai baret.
Ketika mobil tersebut melewati
orang-orang yang berpakaian loreng tersebut, supir yang bernama Oman ditodong
dengan senjata yang ditembakkan keatas sehingga supir ketakutan dan
memberhentikan mobilnya. Akhirnya mobil tersebut dirampas dan digunakan oleh
pemberontak G30S/PKI untuk menculik dan mengangkut jenazah Brigjen TNI D.I.
Pandjaitan dari rumahnya di Jalan Hasanudin52 Kebayoran Baru menuju ke daerah
Lubang Buaya, Pondok Gede.
7. Mobil
Dinas Letjen Ahmad Yani
Letnan
Jendral TNI Ahmad Yan selain sebagai Men/Pangad juga merangkap sebagai Komando
Tertinggi (KOTI) sejak bulan Februari 1965 sampai gugurnya beliau oleh
gerombolan G30S/PKI. Mobil dinas yang digunakan oleh Mentri Panglima Angkatan
Darat (Men/Pangad) Letnan Jendral TNI Ahmad Yani memiliki nomor plat AD-01
Dengan Surat Keputusan Kementrian
Angkatan Darat Nomor Kep-504/6/1966 tanggal 6 Juni 1966, mobil dinas ini
menjadi hak milik keluarga Jendral TNI Anumerta Ahmad Yani. Pada bulan Mei 1989
atas inisiatif Kepala Pusat Sejarah dan Tradisi ABRI (sekarang Pusat Sejarah
TNI), akhirnya mobil ini dapat dipamerkan di Monumen Pancasila Sakti, Lubang
Buaya, Jakarta.
8. Mobil
Dinas Mayer Jenderal Soeharto
Pada tanggal 1 Oktober 1965 pukul 07.30
WIB, Mayor Jendral TNI Soeharto beserta stafnya sudah berada di Markas Kostrad
guna menganalisis dan mempelajari situasi. Dengan perintah Men/Pangad, apabila
Men/Pangad berhalangan, maka kedudukan Men/Pangad digantikan bawahannya, dan
juga telah mendapat satan dari beberapa Perwira Tinggi TNI AD. Atas perintah
tersebut, Pangkostrad Mayor Jendral TNI Soeharto memutuskan untuk menjadi
pimpinan sementara TNI AD.
Dengan menggunakan Jeep Toyota Konvas
Nomor 04-62957/04-01, Mayor Jendral TNI Soeharto segera bertindak untuk
menumpas G30S/PKI yang didalangi oleh mantan Letkol Untung dan tokoh PKI yang
lain. Mayor Jendral TNI Soeharto dari rumahnya di Jalan Agus Salim menuju
Markas Kostrad menggunakan kendaraan dinas yang dikendarai oleh Pratu Soewondo.
Pada tanggal 4 Oktober 1965, Mayor
Jendral TNI Soeharto menuju Desa Lubang Buaya untuk memimpin langsung jalannya
pengangkatan jenazah yang dilaksanakan oleh pasukan Kipam (Kesatuan Intai Para
Amphibi) KKO AL yang dipimpin oleh Kapten KKO Winanto.
9. Panser
Saraceen
Jenazah korban kekejaman G30S/PKI
diangkat dari sumur pada tanggal 4 Oktober 1965 oleh Kipam (Kesatuan Intai Para
Amphibi) KKO Angkatan Laut. Selanjutnya jenazah dibawa ke Rumah Sakit Pusat TNI
AD (RSPAD) Gatot Subroto untuk mendapatkan pemeriksaan visum etrepertum,
sebelum kemudian disemayamkan di Markas Besar Angkatan Darat. Pada tanggal 5
Oktober 1965 jenazah tersebut dimakamkan di Taman Makan Pahlawan Kalibata.
Kendaraan yang digunakan untuk membawa jenazah adalah sejenis panser.
Kedua
saya akan menceritakan apa saja yang terdapat di dalam Museum Pengkhianatan PKI
yang berada di Monumen Pancasila Sakti. Museum Pengkhianatan PKI menceritakan sejarah pemberontakan-pemberontakan
PKI yang bertujuan menggantikan dasar negara Pancasila dengan komunis yang bertentangan
dengan Pancasila, sampai pada pemberontakan kedua yang terkenal dengan nama
Gerakan Tiga Puluh September atau G-30-S/PKI, diawal pintu masuk kita akan
disambut dengan beberapa koleksi foto Pengangkatan Jenazah 7 Pahlawan Revolusi, dan beberapa diorama yang menceritakan tentang Pemberontakan PKI di berbagai daerah di Indonesia. Didalam Museum Pengkhianatan PKI
tersebut terdapat miniatur-miniatur yang mewakili kejadian-kejadian pada saat
itu, berikut adalah gambar-gambar miniatur dan cerita singkat mengenai kejadian
yang terjadi pada saat itu:
1. Peristiwa
Tiga Daerah (4 November 1945)
Setelah proklamasi kemerdekaan
indonesia kelompok komunis bawah tanah mulai memeasuki organisasi massa dan
pemuda seperti angkatan pemuda indonesia (API) dan angkatan muda republik
indonesia (AMRI). Dengan menggunakan organisasi massa, orang-orang komunis
memimpin aksi penggantian pejabat pemerintah tiga kabupaten di kepresidenan
pekalongan yang meliputi brebes tegal dan pemalang. Pada tanggal 4 November
1945, pasukan AMRI melancarkan penyerbuan ke kota Tegal, yaitu kantor kabupaten
dan markas TKR, tetapi gagal. Kemudian tokoh-tokoh komunis membentuk gabungan
Badan Perjuangan Tiga Daerah untuk perebutan kekuasaan di kepresidenan
pekalongan.
2. Aksi
Teror Geromboloan Ce’mamat (9 Desember 1945)
Ce’mamat seorang tokoh komunis terpilih
sebagai ketua komite Nasional Indonesia (KNI) Serang. Ia merencanakan untuk
menyusun pemerintah model sovyet. Pada
tanggal 17 Oktober 1945, ia membentuk dewan pemerintahan rakyat serang (DPRS)
dan merebut pemerintah kepresidenan Banten, untuk mempuerkuat kekuasaannya,
Ce’mamat menggunakan laskar-laskarnya untuk melakukan berbagai teror. Mereka
berhasil menculik dan membunuh bupati Lebak, R.Hadiwinangun di jembatan sungai
Cimancak pada tanggal 9 Desember 1945.
3. Aksi
Kekerasan Pasukan Ubel-Ubel di Sepatan (12 Desember 1945)
Pada tanggal 18 Oktober 1945, badan
direktorat dewanpusat dibawah pimpinan ahmad khairun dengan didampingi
tokoh-tokoh bawah tanah berhasil mengambil ahli kekuasaan pemerintah Republik
Indonesia di Tanggerang dari Bupati Agus Padmanegara. Dewan tersebut juga membentuk
aksi laskar hitam atau laskar ubel-ubel untuk melakukan aksi teror. Pada
tanggal 12 Desember 1945, laskar hitam dibawah pimpinan Usman didaerah Mauk
membunuh seorang tokoh nasional Otto Iskandardinata.
4. Pemberontakan
PKI di Cirebon (14 Februari 1946)
PKI dibawah pimpinan Mr. Yoesoef dan
Mr.Soeprapto mendatangkan ± 3000 anggota laskar merah dari Jawa Tengah dan Jawa
Timur ke Cirebon dalam rangka melaksanakan Konferensi laskar merah. Pada
tanggal 12 Februaru 1946 ternyata laskar merah tersebut melucuti TRI, menguasai
kota dan gedung-gedung vita seperti stasiun radio dan pelabuhan. Pada tanggal
14 Februari 1946, TRI melancarkan serangan untuk merebut dan mengusai kembali
kota Cirebon.
5. Peristiwa
Revolusi Sosial di Langkat (9 Maret 1946)
Lahirnya Republik Indonesia belum
sepenuhnya diterima oleh kerajaan-kerajaan terutama yang berada di Sumatera
Timur. Pada tanggal 3 maret 1946 terjadilah revolusi sosial yang dilakukan oleh
PKI yang tidak hanya menghapus pemerintah kerajaan tetapi juga membunuh
raja-raja dan keluarganya serta merampas harta benda kerajaan. Pada tanggal 9
maret 1946, PKI dibawah Usman Parinduri dan Marwan yang menyerang Istana sultan
Langkat Darul Aman di Tanjung Pura.
6. Pemogokan
Buruh Sarbupi di Delanggu (23 Juni 1948)
Satelah satu usaha PKI untuk
menjatuhkan wibawa pemerintah Republik Indonesia adalah mengacaukan
perekonomian melalui aksi pemogokkan buruh. Pada tanggal 23 juni 1948, ± 15.000
buruh pabrik karung goni dari 7 perusahaan perkebunan milik pemerintah di
Delanggu, klaten melancarkan aksi mogok menuntut kenaikan upah. Mereka adalah
anggota serikat buruh perkebunan republik Indonesia (Sarbupri). Organisasi
buruh PKI. Tuntutan itu sulit dipenuhi karena negara sedang mengalami kesulitan
ekonomi yang parah. Aksi yang sangat merugikan negara itu berakhir tanggal 18
Juli 1948 setelah partai-partai politik mengeluarkan pernyataan menyetujui
program nasional.
7. Pengacauan
Surakarta (19 Agustus 1948)
Pada malam hari 19 Agustus 1948, ketika
sedang berlangsungnya pasar malam Sriwedari dalam rangkaian peringatan
Kemerdekaan RI. PKI membakar ruang pameran Jawatan Pertambangan untuk
mengalihkan perhatian TNI agar gerakan pemberontakan PKI di madiun bisa
berjalan lancar.
8. Pemberontakan
PKI Di Madiun (18 September 1948)
Pada tanggal 18 September 1948, PKI
mengadakan pemberontakan di Madiun. Peristiwa ini diawali dengan
diproklamasikannya Negara Republik Soviet Indonesia oleh Muso (Seorang tokoh
Partai Komunis Indonesia) dengan didukung pula oleh Menteri Pertahanan saat itu
yaitu Air Sjarifoedin. Banyak sekali tokoh-tokoh militer terbunuh, pejabat
pemerintahan dan tokoh masyarakat. Peristiwa itu dinamakan peristiwa Madiun
hingga orde lama.
9. Pembunuhan
Di Kawedanan Ngawen, Blora (20 September 1948)
Pada tanggal 20 September 1948, Markas
Kepolisian Distrik Ngawen Blora diserang oleh pasukan PKI. Sebanyak dua puluh
empat anggota polisi ditahan oleh PKI dan tujuh orang yang masih muda
dipisahkan. Kemudian datang perintah dari komandan pasukan PKI Blora agar
mereka dihukum mati.
Pada tanggal 20 september 1948, tujuh
orang anggota polisi dibawa kesuatu
tempat terbuka dekat kakus dibelakang kawedanan. Secara bergantian para
tawanan itu ditelanjangi lalu dibunuh dengan dua batang bambu yang dipegangi
ujungnya oleh dua orang yang dijepit ke lehernya. Ketika tawanan mengerang
kesakitan pasukan PKI bersorak gembira. Kemudian mereka dibuang ke kakus dan
ditembaki.
10. Pembebasan
Gorang-Gareng (28 September 1948)
Pada tanggal 28 September 1948, Batalyon
Sambas berhasil membebaskan gorang-gareng dan menyelamatkan tawanan yang belum
sempat dibunuh. Di tempat tersebut di temukan puluhan orang yang dibunuh PKI. Gorang-gareng
merupakan kota kecil sebelah utara Madiun. Di tempat ini terdapat pabrik gula
Rojosari yang menjadi markas pasukan
PKI.
11. Penghancuran
PKI Di Sooko (28 September 1948)
Batalyon Maladi Yusuf (PKI), pasukan
pimpinan Soebardi dan pasukan pimpinan Panjang Djokopriyono membuat kubu
pertahanan di desa sooko di kaki gunung wilis ponorogo. Pada tanggal 28
september 1948, Kompi Sumadi dari Batalyon Sunandar dan Kompi Sabirin Muchtar dari Batalyon Mujayon melakukan
serbuan terhadap kubu pertahanan pasukan PKI dari dua arah. Pasukan TNI
berhasil menghancurkan PKI dan sisanya melarikan diri.
12. Pembantaian
Di Dungus (1 Oktober 1948)
Setelah Madiun tidak mungkin
diperthankan, pada 30 September 1948 tokoh-tokoh PKI pasukannya berikut para
tawanannya mengundurkan diri ke Desa Kresek, Kecamatan Wungu, Kawedanan Dungus.
Daerah ini yang semula disiapkan sebagai basis pengunduran dan pertahanan PKI,
telah diserang oleh TNI. Dalam keadaan terdesakpun PKI membantai hampir semua
tawananya dengan cara ditembak atau dipenggal lehernya. Diantara para korban
terdapat perwira TNI dan polisi, pejabat pemerintah dan tokoh masyarakat.
13. Muso Tertembak mati (31 Oktober 1948)
TNI
berhasil menguasai beberapa daerah pertahanan PKI, sehingga PKI dan pasukannya
melarikan diri dan berusaha menguasai ponorogo. Setelah gagal menguasai
ponorogo. Pimpinan PKI terpecah menjadi beberapa rombongan. Muso yang menyamar
bersama pengawalnya tiba didesa Semanding kecamatan Sumoroto, ponorogo.
Ditempat ini pasukan TNI memerintahkan supaya ia menyerah. Muso menolak dan
melawan sehingga terjadi tembak menembak. Dalam peristiwa ini, ia tertembak mati.
14. Pembunuhan masal ditirtomoyo (4 Oktober 1948)
Didaerah
Wonogiri PKI juga menculik lawan-lawan politiknya seperti pejabat pamong praja,
polisi dan wedana. Para tawanan yang berjumlah 212 orang ditahan dan disekap
didalam ruangan bekas laboratorium dan gudang dinamit di tirtomoyo. Mulai
tanggal 4 Oktober 1948, secara bertahap para tawanan dibunuh dengan berbagai
cara.
15. Penangkapan Amir Syarifudin (29 November 1948
Dalam
upaya menyelamatkan diri dari serangan TNI, pimpinan PKI Amir Syarifudin tiba
didaerah Purwodadi. Ia dan rombongan bersembunyi di Gua Macan, Gunung Pegat, Kecematan
Klambu. Pada tanggal 29 November 1948, tempat bersembunyiannya dikepung oleh
TNI dan akhirnya Amir Syarifudin beserta beberapa tokoh PKI lainnya menyerah.
16. Serangan Gerombolan PKI di Markas Polisi di
Tanjung Priok (6 Agustus 1951)
Sesudah
pengakuan kedaulatan, sisa-sisa kekuatan bersenjata PKI membentuk gerombolan
bersenjata dibeberapa daerah untuk meneror rakyat. Pada tangga 6 Agustus 1951
pukul 19.00, gerombolan eteh berkekuatan puluhan orang bersenjata tajam dan
senjata api serta memakai ikat kepala bersimpul burung merpati dan palu arit
menyerang asrama mobile brigade polisi di tanjung priok dengan tujuan merebut
senjata. Peristiwa ini diawali ketika seorng anggota gerombolan masuk dengan
alasan menjenguk rekannya, namun mereka tiba-tiba menyerang anggota polisi
dipos jaga asrama. Dalam serangan ini gerombolan berhasil merampas 1 senjata
bren, 7 karaben, dan 2 pistol.
17. Peristiwa Tanjung Morawa (16 Maret 1953)
Pada
tahun 1953, pemerintah Ri kepresidenan sumatera timur merencakan untuk mencetak
sawah percontohan bekas perkebunan tembakau didesa perdamaian, Tanjung Morawa.
Akan tetapi rencana itu ditentang oleh penggarap liar yang sudah menempati
areal tersebut. Pada tanggal 16 Maret 1953, pemerintah terpaksa mentraktor
areal tersebut dengan dikawal oleh sepasukan polisi. Ketika itulah masa tani
yang didalangi oleh barisan tani indonesia (BTI), Ormas PKI, melakukan tindakan
brutal.
18. Lahirnya MKTBP (14 Maret 1954)
Dibawah
pimpinan tokoh-tokoh muda seperti D.N. Aidit sejak tahun 1950 PKI bangkit
kembali dan berusaha menanamkan pengaruhnya diberbagai kalangan. Untuk mencapai
kekuasaan politik, PKI menyusun metode perjuangan yang diberi nama metode
kombinasi Tiga bentuk Perjuangan (MKTBP). Metode ini dirumuskan dalam kongres
Nasional V PKI pada tanggal 14 maret 1954 yang diantara lain berisi:
perjuangan gerilya didesa, perjuangan
revolusioner kaum buruh dikota. Bekerja intensif dikalangan ABRI.MKTBP
merupakan metode perjuangan yang tertutup. Kegiatan dilingkungan ABRI
dilaksanakan oleh Biro Khusus PKI.
19. D.N. Aidit
(25 Februari 1995)
D.N. Aidit
telah mengeluarkan Statement Polit Biro CC PKI yang berjudul “Peringati Peristiwa Madiun Secara Intern”
pada tanggal 13 September 1953.Dalam statement tersebut PKI secara langsung
terang-terangan dan sengaja menghina Pemerintah RI dengan menyatakan bahwa
pemberontakan PKI tahun 1948 bukan dilakukan oleh PKI tetapi akibat provokasi Pemerintah Hatta.Untuk mempertanggung jawabkan
statement tersebut, Sekertaris Jendral Polit Biro CC PKI D.N.Aidit dihadapkan
ke Pengadilan Negeri Jakarta. Sidang dimulai tanggal 25 November 11954 dan
berakhir tanggal 25 Februari 1955 dengan keputusan D.N.Aidit bersalah.
20. Kampanye Budaya PKI (25 Maret 1963)
Tidak
hanya di bidang politik yang ingin dikuasai oleh PKI tetapi juga bidang lain
seperti sastra dan budaya. Salah satu
usaha yang dilaksanakan oleh
Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) bersama semua lembaga yang ada dibawahnya
adalah memasukan komunisme kedalam seni dan sastra, mempolitikan budayawan dan
mendeskreditkan lawan. Pada tanggal 22-25 Maret 1963 diselenggarakan Konferensi
Nasional II Lembaga Sastra Indonesia di Medan. Konferensi tersebut tidak hanya
membahas masalah budaya dan satra yang harus bernafaskan komunisme, tetapi juga
membahas masalah politik yakni menuntut agar segera dibentuk Kabinet Gotong
Royong yang memungkinkan tokoh-tokoh PKI di dalamnya.
21. Rongrongan PKI Terhadap Abri (1964-1965)
Kampanye
anti ABRI, khususnya TNI AD berlatar belakang pada kecemburuan PKI karena ABRI
berhasil membendung pengaruh PKI di kalangan rakyat. Berbagai macam cara
kampanye anti ABRRI telah dilakukan PKI seperti
tuduhan, isu, provokasi, fitnah politik dan lainya. Sejak tahun 1964, PKI
dengan “Ofensif Revolusionerya” secara gencar menyerang ABRI seperti tuntutan
pembubaran aparat territorial dan puncaknya isu “Dewan Jendral” 1965. Tujuan
kampanye yang sudah dilakukan sejak perang kemerdekaan (1964-1965) tersebut
untuk mendiskreditkan ABRI dengan memecah belah kekompakan ABRI, memandulkan
peranan sosial politik ABRI dan menghapus jati diri ABRI sebagai pejuang
prajurit dan prajurit pejuang.
22. Peristiwa Kanigoro (13 Januari 1965)
Peristiwa
ini terjadi di Kecamatan Kras, Kediri, tanggal 13 Januari 1965, dimana para
peserta Mental Training Pelajar Islam Indonesia Jawa Timur diserang oleh massa
Pemuda Rakyat (PR) dan Barisan Tani Indonesia (BTI). Massa komunis ini tidak
hanya menyiksa para peserta pelatihan
dan menginjak-injak kitab suci AL-Qur’an tetapi juga menangkap beberapa peserta
pelatihan dan tokoh agama setempat. Berkat campur tangan Camat Kras, para
korban penangkapan dibebaskan hari itu juga, tetapi pelaksanaan mental training
terpaksa dibatalkan.
23. Peristiwa Bandar Betsi (14 Mei 1965)
Untuk menggagalkan
rencana pemerintah di bidang landreform, PKI dan organisasi massanya
melancarkan aksi sepihak yakni menguasai secara tidak sah tanah negara di
beberapa tempat. Salah satu diantaranya di Perusahaan Perkebunan Negara ( PPN)
Karet IX Bandar Betsi, Pematang Siantar, Pada tanggal 14 Mei 1965, kurang lebih
200 angggota Barisan Tani Indonesia
(BTI), Pemuda Rakyat (PR), dan Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani)
menanami secara liar tanah perkebunan karet tersebut. Pada Sudjono yang
dikaryakan di perkebunan itu sedang bertugas mengeluarkan traktor yang
terperosok, memperingatkan massa agar menghentikan penanaman liar itu. Akan
tetapi peringatan itu tidak dihiraukan dan bahkan Pelda Sudjono dikeroyok dan
dianiaya, sehingga tewas saat itu juga.
24. Pawai Ofensif Revolusioner PKI Di Jakarta (23
Mei 1965)
Setelah
merasa dirinya kuat, PKI mulai melancarkan ofensif revolusioner yang bertujuan
untuk menggalang dan mempengaruhi massa agar berpihak kepadanya. Bentuk unjuk
kekuatan itu ialah aksi-aksi kekerasan, aksi terror, tuntutan pembentukan
Kabinet Nasakom, Angkatan Kelima, dan lain sebagainya. Salah satu unjuk
kekuatan itu ialah penyelenggaraan rapat raksasa di Stadion Utama Senayan
tanggal 23 Mei 1965 dalam rangka peringatan ulang tahun ke-45 PKI. Rapat
dihadiri delegasi dari negara-negara komunis. Pada saat itu Ketua CC PKI
D.N.Aidit mengomandokan kepada massa PKI untuk meningkatkan “Ofensif
Revolusioner sampai puncaknya”.
25. Penyerbuan
Gubernuran Jawa Timur (27 September 1965)
Salah satu usaha mendiskreditkan
aparatur pemerintah telah dilakukan PKI terhadap Gubernur Jawa Timur. Dengan
dalih akan menyampaikan resolusi tuntutan
penurunan harga 9 bahan pokok, Gerwani yang mengatasnamakan “Gabungan
Organisasi Wanita Surabaya” yang dipimpin istri Walikota meminta kesediaan
Gubernur menerima delegasi pada tanggal 27 September 1965 pukul 10.00. Namun yang datang bukanlah
delegasi ibu-ibu melainkan massa PKI, seperti Pemuda Rakyat, Barisan Tani
Indonesia (BTI), Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) dan Gerakan
Wanita Indonesia (Gerwani). Di Gubernuran mereka merusak berbagai peralatan
kantor dan berusaha menangkap Gubernur. Keadaan dapat dikuasai setelah
didatangkan bantuan dari ABRI.
26. Penguasaan
Kembali Gedung PRI Pusat (1 Oktober 1965)
Dini hari tanggal 1 Oktober 1965, PKI
melancarkan pembrontakan Gerakan Tiga Puluh September (G.30.S/PKI). Selain
menculik dan membunuh pejabat teras TNI AD, G.30.S/PKI menguasai pula Gedung
Pusat Telekomunikasi dan Radio Republik Indonesia (RRI) Pusat. Melalui RRI
mereka mengumumkan telah menyelamatkan negara dari kudeta “Dewan Jenderal”,
pembentukan Dewan Revolusi dan pendemisioneran kabinet. Untuk menghentikan
pengumuman-pengumuman yang menyesatkan itu, Panglima Kostrad, Mayor Jenderal
Soeharto mengambil alih pimpinan sementara Angkatan Darat dan memerintahkan
pasukan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) untuk membebaskan kedua
gedung vital tersebut. Operasi tersebut berhasil menguasai kembali Gedung Pusat
Telekomunikasi dan RRI Pusat.
27. Peristiwa
Keuntungan Yogyakarta (21 Oktober 1965)
Pada tanggal 1 Oktober 1965 di
Yogyakarta, G.30.S/PKI berhasil menguasai RRI, Markas Korem 072 dan mengumumkan
pembentukan Dewan Revolusi. Pada sore harinya mereka menculik Komandan Korem
072, Kolonel Katamso dan Kepala Staf Korem Letnan Kolonel Sugiyono serta
membawanya ke daerah Kentungan. Kedua perwira tersebut dipukul dengan kunci
mortir dan tubuhnya dimasukkan kedalam sebuah lubang yang sudah disiapkan.
Setelah dilakukan pencarian secara intensif, kedua jenazah akhirnya ditemukan
pada tanggal 21 Oktober 1965 dalam keadaan rusak.
28. Rapat
Umum Front Pancasila (9 November 1965)
Akibat pembrontakan G.30.S/PKI
menimbulkan reaksi di kalangan masyarakat. Berbagai golongan masyarakat yang
tergabung dalam Komando Aksi Penggayangan Kontra Revolusi (G.30.S/PKI)
mengadakan Rapat Raksasa di Lapagan Banteng Jakarta pada tanggal 23 Oktober
1965. Front Pancasila mengajukan sebuah resolusi yang menuntut pembubaran PKI
dan semua ormasnya serta mengadili tokoh-tokoh PKI.
29. Penangkapan
D.N. Aidit (22 November 1965)
Setelah G.30.S/PKI mengalami kegagalan
di Jakarta, pada tanggal 1 Oktober 1965 tengah malam, Ketua CC PKI D.N Aidit
melarikan diri ke Jawa Tengah yang merupakan basis utama PKI. Tempat
persembunyian Aidit berpindah-pindah dan terakhir di sebuah rumah di kampung
Sambeng Gede, Surakarta. Berkat operasi intelijen, tempat persembunyian D.N
Aidit dapat diketahui ABRI. Ia langsung ditangkap dan dibawa ke Loji Gandrung
Surakarta pada tanggal 22 November 1965.
30. Sidang
Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmillub) (14 Februari 1966)
Untuk menumpas G30 S/PKI, pemerintah
melancarkan operasi miiter dan operasi yustisi. Sebagai operasi yustisi,
pemerintah mengaktifkankembali lembaga mahkamah militer luar biasa (Mahmillub).
Sidang pertama Mahmillub berlangsung tanggal 14 februari 1966 di jakarta
terhadap Nyono bin sastro rejo., anggota polit biro CC PKI. Ia dijatuhi hukuman
mati karena terbukti sebagai perencana dan penggerak G 30 S/PKI.
31. Rakyat
Jakarta Menyambut Pembubaran PKI (12 Maret 1966)
Berdasarkan surat perintah 11 Maret
1966, pada tanggal 12 Maret 1966 Letjen TNI Soeharto atas nama
presiden/Panglima Tertinggi ABRI/Mandataris MPRS/ Panglima Besar Revolusi
mengeluarkan keputusan tentang pembubaran PKI sebagai organisasi massanya serta
pernyataan PKI sebagai sebagai organisasi terlarang di seluruh wilayah
kekuasaan Republik RRI pada pukul 06.00 WIB tanggal 12 Maret 1966. Keputusan
ini disambut hangat oleh seluruh rakyat Indonesia. Massa rakyat jakarta
menyambutnya dengan membawa poster-poster sebagai ungkapan rasa gembira dan
terima kasih.
32. Operasi
Trisula Di Blitar Selatan (20 Juli 1968)
Setelah PKI dibubarkan, sisa-sisa PKI
berusaha membangun kembalipartai dengan cara membentuk basis-basis gerilya yang
disebut Comite Proyek (Compro). melalui Compro blitar selatan, PI membentuk
Central Comite (CC) dan Comite Daerah besar (COB) Jawa Timur.sebagai persiapan
gerilya, mereke menyusun kekuatan bersenjata, membangun kubu pertahanan,
melakukan agitasi serta propaganda. Dengan diketahuinya kegiatan mereka, Kodam VIII/Brawijaya
segera membentuk komando satuan tugas Trisula yang bertugas melaksanakan
operasi militer untuk menumpas gerakan tersebut. Dalam saah satu operasi
tanggal 20 JULI 1968 berhasil menangkap sejumlah anggota PKI.
33. Penumpasan
Gerakan PKI Ilegal Iramani Di Purwodadi (27 Januari 1973)
Samsudin alias Iramani, seorang kader
PKI, sejak tahun 1968 membina sejumlah mantan tahanan G 30 S/PKI dan membentuk
Comite Pangkalan Mobil (CPM) dan prajurit gerilya (Praga) di daerah Purwodadi.
Gerakan yang dipimpin oleh Iramani bernama “Gerakan Pembangunan Kembali PKI”
berhasil membina 7000 orang.Berkat operasi intelijen dan operasi teritorial
ABRI berhasil menangkap 29 orang anggota gerombolan Iramani dan menumpas
gerakan itu.
34. Tertembaknya
Matinya S.A. Sofyan (12 Januari 1974)
Dibawah pimpinan S.A. Sofyan, sisa-sisa
PKI kalimantan barat mendirikan PKI gaya baru S.A. Sofyan yang didukung oleh
pasukan gerilya Rakyat Serawak (PGRS) dan pasukan rakyat Kalimantaan Utara
(Paraku). Untuk menghancurkannya, sejak Februari 1969 dilancarkan Operasi
bersih III dan berhasil menghancurkan kekuatan pendukung PKI gaya baru. Pada
tanggal 12 Januari 1974. Pasukan RPKAD berhasil menemukan tempat persembunyia
S.A. Sofyan danketika disergap, ia tertembak mati.
Selain itu terdapat pula ruangan yang
berisi baju-baju yang masih tersisa bercak darah dan terdapat juga foto-foto semasa hidupnya dan saat jenazah mereka ditemukan.
Letnan Jendral Ahmad Yani |
Mayor Jendral R. Soeprapto |
Brigadir Jendral Soetojo Siswomihardjo |
Mayor Jendral S. Parman |
Lettu Czi Pierre Andreas Tendean |
Bangunan sktar Monumen Pancasila Sakti peninggalan kolonial Belanda tp kondisinya msh bagus
BalasHapusboleh minta foto monumen pancasilanya? saya butuh untuk elemen desain saya. soalnya kalau cuma di comot dari blog ini gambarnya buram. saya sangat berterima kasih jika berkenan.
BalasHapusgmail : didiarditkj3@gmail.com
wa : 082293167581