Kasus sengketa sepeda motor Tossa Krisma dengan Honda
Karisma
Kasus ini berawal dari kesalahan penemu
merek. Dilihat dengan seksama antara Krisma dan Karisma memiliki penyebutan
kata yang sama. Tossa Krisma diproduksi oleh PT.Tossa Sakti, sedangkan Honda
Karisma diproduksi oleh PT.Astra Honda Motor. PT.Tossa Sakti tidak dapat
dibandingkan dengan PT.Astra Honda Motor (AHM), karena PT.AHM perusahaan yang
mampu memproduksi 1.000.000 unit sepeda motor per tahun. Sedangkan PT.Tossa
Sakti pada motor Tossa Krisma tidak banyak konsumen yang mengetahuinya, tetapi
perusahaan tersebut berproduksi di kota-kota Jawa Tengah, dan hanya beberapa
unit di Jakarta.
Permasalahan kasus ini tidak ada
hubungan dengan pemroduksian, tetapi masalah penggunaan nama Karisma oleh
PT.AHM. Sang pemilik merek dagang Krisma (Gunawan Chandra), mengajukan gugatan
kepada PT.AHM atas merek tersebut ke jalur hukum. Menurut beliau, PT.AHM telah
menggunakan merek tersebut dan tidak sesuai dengan yang terdaftar di Direktorat
Merek Dirjen Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan HAM. Bahkan PT.AHM
diduga telah menggunakan merek tidak sesuai prosedur, karena aslinya huru
Karisma di desain dengan huruf balok dan berwarna hitam putih, sedangkan PT.AHM
memproduksi motor tersebut dengan tulisan huruf sambung dengan desain huruf
berwana.
Akhirnya permohonan Gunawan Chandra
dikabulkan oleh hakim Pengadilan Niaga Negeri. Namun, PT.AHM tidak menerima
keputusan dari hakim pengadilan, bahkan mengajukan keberatan melalui kasasi ke
Mahkamah Agung. PT.AHM menuturkan bahwa sebelumnya Gunawan Chandra merupakan
pihak ketiga atas merek tersebut. Bahkan, beliau menjiplak nama Krisma dari
PT.AHM (Karisma) untuk sepeda motornya. Setelah mendapat teguran, beliau
membuat surat pernyataan yang berisikan permintaan maaf dan pencabutan merek
Krisma untuk tidak digunakan kembali, namun kenyataannya sampai saat ini beliau
menggunakan merek tersebut.
Hasil dari persidangan tersebut, pihak
PT.Tossa Sakti (Gunawan Chandra) memenangkan kasus ini, sedangkan pihak PT.AHM
merasa kecewa karena pihak pengadilan tidak mempertimbangkan atas tuturan yang
disampaikan. Ternyata dibalik kasus ini terdapat ketidakadilan bagi PT.AHM,
yaitu masalah desain huruf pada Honda Karisma bahwa pencipta dari desain dan
seni lukis huruf tersebut tidak dilindungi hukum.
Dari kasus tersebut, PT.AHM dikenakan
pasal 61 dan 63 Undang-Undang No.15 Tahun 2001 tentang merek sebagai sarana
penyelundupan hukum. Sengketa terhadap merek ini terjadi dari tahun 2005 dan
berakhir pada tahun 2011, hal ini menyebabkan penurunan penjualan Honda Karisma
dan pengaruh psikologis terhadap konsumen. Kini, PT.AHM telah mencabut merek
Karisma tersebut dan menggantikan dengan desain baru yaitu Honda Supra X dengan
bentuk hampir serupa dengan Honda Karisma.
Sumber:
http://eptikklmpok7.blogspot.co.id/2013/12/hak-merek.html
Sebaiknya setiap perusahaan yang ingin
menentukan merek lebih berhati-hati agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan.
Kesalahan kecil dalam pemilihan merek dapat merugikan bagi beberapa pihak,
salah satu yang dapat merugikan adalah image perusahaan akan menjadi jelek dan
pemasaran akan turun jika hal tersebut terjadi.