PERKEMBANGAN
TEKNIK INDUSTRI
Teknik
industri (dalam bahasa Iggris, industrial
engineering) adalah suatu teknik yang mencakup bidang desain, perbaikan,
dan pemasangan dari sistem integral yang terdiri dari manusia,
bahan-bahan, informasi,
peralatan dan energi.
Hal ini digambarkan sebagai pengetahuan dan keterampilan
yang spesifik pada matematika, fisika, dan ilmu-ilmu
sosial bersama dengan prinsip dan metode dari analisis keteknikan
dan desain
untuk mengkhususkan, memprediksi, dan mengevaluasi hasil yang akan dicapai dari
suatu sistem. Bidang garapan teknik industri adalah sistem integral yang
terdiri dari manusia,
material/bahan, informasi, peralatan, dan energi.
Dasar keilmuan teknik industri multidisiplin, karena teknik industri tidak
hanya bertumpu pada ilmu matematika dan fisika, tetapi juga ilmu sosial dan manajemen.
Teknik industri lahir
sejak zaman Pra Yunani
kuno Pada masa itu, manusia menggunakan batu dan tulang
sebagai peralatan kerjanya. Alat - alat yang digunakan mengalami perbaikan
secara berkala, sehingga meningkatkan produktivitas pada persoalan produksi.
Hal ini terjadi sampai pada saat ini. Teknik industri sebenarnya berakar kuat
pada masa revolusi industri. Revolusi industri telah
mengubah secara dramatis proses manufaktur dan
membantu lahirnya konsep – konsep ilmu
pengetahuan di kemudian hari. Inovasi
teknologi
yang terjadi pada waktu itu ditujukan untuk membantu dalam mekanisasi beberapa operasional manual tradisional
pada industri tekstil.
Beberapa penemuan teknologi pada masa revolusi industri, yaitu penemuan mesin pintal yang
ditemukan oleh James Harg reaves (1765),
pengembangan water frame oleh Richard Arkweight (1769),
dan mesin uap
oleh James Watt.
Awal mula Teknik
Industri dapat ditelusuri dari beberapa sumber berbeda. Frederick Winslow Taylor sering ditetapkan
sebagai Bapak Teknik Industri.
Di Indonesia sejarah
Teknik Industri di Indonesia diawali dari kampus Institut Teknologi Bandung (ITB) pada
tanggal 1 Januari
1971. Sejarah
pendirian pendidikan Teknik Industri di ITB tidak terlepas dari kondisi praktik
sarjana mesin pada tahun lima-puluhan. Pada waktu itu, profesi sarjana Teknik mesin
merupakan kelanjutan dari profesi pada zaman Belanda, yaitu terbatas pada
pekerjaan pengoperasian dan perawatan mesin atau fasilitas produksi. Barang-barang
modal itu sepenuhnya diimpor, karena di Indonesia belum terdapat pabrik mesin.
Kalau pada masa itu,
dijumpai bengkel-bengkel tergolong besar yang mengerjakan pekerjaan perancangan
konstruksi baja seperti yang antara lain terdapat di kota Pasuruan
dan Klaten,
pekerjaan itu pun masih merupakan bagian dari kegiatan perawatan untuk
mesin-mesin pabrik gula dan pabrik pengolahan hasil
perkebunan yang terdapat di Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Dengan demikian kegiatan perancangan yang dilakukan oleh para sarjana Teknik
Mesin pada waktu itu masih sangat terbatas pada perancangan dan pembuatan
suku-suku cadang yang sederhana berdasarkan contoh-contoh barang yang ada.
Peran yang serupa bagi sarjana Teknik Mesin juga terjadi di pabrik semen dan di bengkel-bengkel
perkereta-apian.
Pada saat itu, dalam
menjalankan profesi sebagai sarjana Teknik Mesin dengan tugas pengoperasian
mesin dan fasilitas produksi, tantangan utama yang mereka hadapi ialah bagaimana
agar pengoperasian itu dapat diselenggarakan dengan lancar dan ekonomis. Jadi fokus
pekerjaan sarjana Teknik Mesin pada saat itu ialah pengaturan pembebanan pada
mesin-mesin agar kegiatan produksi menjadi ekonomis, dan perawatan (maintenance)
untuk menjaga kondisi mesin supaya senantiasa siap pakai.
Pada masa itu, seorang
kepala pabrik yang umumnya berlatar-belakang pendidikan mesin, sangat ketat dan
disiplin dalam pengawasan terhadap kondisi mesin. Di pagi hari sebelum pabrik
mulai beroperasi, ia keliling pabrik memeriksa mesin-mesin untuk menyakini
apakah alat-alat produksi dalam keadaan siap pakai untuk dibebani suatu
pekerjaan.
Pengalaman ini
menunjukan bahwa pengetahuan dan kemampuan perancangan yang dipunyai oleh
seorang sarjana Teknik Mesin tidak banyak termanfaatkan, tetapi mereka justru
memerlukan bekal pengetahuan manajemen untuk lebih mampu dan lebih siap dalam
pengelolaan suatu pabrik dan bengkel-bengkel besar.
Sekitar tahun 1955,
pengalaman semacam itu disadari benar keperluannya, sehingga sampai pada
gagasan perlunya perkuliahan tambahan bagi para mahasiswa Teknik Mesin dalam
bidang pengelolaan pabrik.
Pada tahun yang sama,
orang-orang Belanda meninggalkan Indonesia karena terjadi krisis hubungan
antara Indonesia-Belanda, sebagai akibatnya, banyak pabrik yang semula dikelola
oleh para administratur Belanda, mendadak menjadi vakum dari keadministrasian
yang baik. Pengalaman ini menjadi dorongan yang semakin kuat untuk terus
memikirkan gagasan pendidikan alternatif bidang keahlian di dalam pendidikan
Teknik Mesin.
Pada awal tahun 1958,
mulai diperkenalkan beberapa mata kuliah baru di Departemen Teknik Mesin,
diantaranya : Ilmu Perusahaan, Statistik,
Teknik Produksi, Tata Hitung Ongkos dan Ekonomi Teknik. Sejak itu
dimulailah babak baru dalam pendidikan Teknik Mesin di ITB, mata kuliah yang
bersifat pilihan itu mulai digemari oleh mahasiswa Teknik Mesin dan juga Teknik Kimia
dan Tambang.
Sementara itu pada
sekitar tahun 1963-1964 Bagian Teknik Mesin telah mulai menghasilkan sebagian
sarjananya yang berkualifikasi pengetahuan manajemen produksi/teknik produksi.
Bidang Teknik Produksi semakin berkembang dengan bertambahnya jenis mata
kuliah. Mata kuliah seperti : Teknik Tata Cara, Pengukuran Dimensional,
Mesin Perkakas, Pengujian Tak Merusak, Perkakas Pembantu dan Keselamatan Kerja cukup
memperkaya pengetahuan mahasiswa Teknik Produksi.
Pada tahun 1966 - 1967,
perkuliahan di Teknik Produksi semakin berkembang. Mata kuliah yang berbasis
teknik industri mulai banyak diperkenalkan. Sistem man-machine-material tidak
lagi hanya didasarkan pada lingkup wawasan manufaktur saja, tetapi pada lingkup
yang lebih luas yaitu perusahaan dan lingkungan. Dalam pada itu, di Departemen
ini mulai diajarkan mata kuliah : Manajemen Personalia, Administrasi
Perusahaan, Statistik Industri, Perancangan
Tata Letak Pabrik, Studi Kelayakan, Penyelidikan
Operasional, Pengendalian
Persediaan Kualitas Statistik dan Programa Linier. Sehingga
pada tahun 1967, nama Teknik Produksi secara resmi berubah menjadi Teknik
Industri dan masih tetap bernaung di bawah Bagian Teknik Mesin ITB.
Pada tahun 1968 - 1971,
dimulailah upanya untuk membangun Departemen Teknik Industri yang mandiri.
Upaya itu terwujud pada tanggal 1 Januari 1971.
Di Universitas Indonesia, keilmuan Teknik
Industri telah dikenalkan pada awal tahun tujuh puluhan, dan merupakan sub
bagian dari keilmuan Teknik Mesin. Sejak 30 Juni 1998, diresmikanlah Jurusan
Teknik Industri (sekarang Departemen Teknik Industri) Fakultas Teknik
Universitas Indonesia
Teknik industri di Universitas
Gunadarma tidak terdapat penjurusan, sedangkan di Universitas lain jurusan
Teknik Industri memiliki penjurusan yaitu bagian manufaktur dan management
industri, sungguh disayangkan, karna jika diberi penjurusan akan lebih terfokus
dan jelas lahan pekerjaan yang akan diambil. Mungkin beberapa orang
bertanya-tanya apa prospeksi kerja dari lulusan teknik industri. Lulusan dari Teknik
Industri memiliki prospek kerja yang cukup luas karena mempelajari banyak hal
tetapi terkadang seorang yang berkuliah di jurusan Teknik Industri sulit untuk
mendeskripsikan akan menjadi apa lulusan Teknik Industri tersebut. Salah satu
dosen di Universitas Gunadarma pernah berata 1 hal, lulusan Teknik Industri
adalah lulusan yang senang mencari masalah, karena lulusan Teknik Industri
dapat menyelesikan berbagai masalah, mulai dari kursi yang kurang nyaman, tata
letak pabrik yang kurang baik, dan sebagainya. Amazing answer. Jadi harus merasa
beruntung dapat menjadi lulusan Teknik Industri. Salam Industri !